Benar! Narkoba itu enak, bisa menghilangkan jenuh, lelah, dan pikiran nyaman setelah mengalami frustasi akan masalah hidup. Narkoba sangat mudah didapatkan saat ini. Narkoba juga menghinggapi hampir semua kalangan, bukan orang yang berstatus pengangguran, orang berpendidikan tinggi dan punya pekerjaan mapan pun tak bisa mengelak saat narkoba datang dalam hidupnya. Awalnya mungkin coba-coba, lalu pengaruh dasar narkoba itu langsung membuat orang ketagihan, karena definisi enak yang tadi.
Narkoba bisa berbagai jenis. Jangan bayangkan pil-pil berbahan kimia yang mudah dikonsumsi. Narkoba jenis ini sudah sangat populer di kalangan elit yang ingin mengistirahatkan penat. Narkoba ini pun tak susah-susah mengkonsumsinya, tinggal dibantu seteguk air langsung bayang-bayang langit berputar-putar terjadi.
Di sini, saya memilih narkoba yang lebih susah dikonsumsi dan mudah didapatkan. Perlu tenggat waktu untuk membuat kita berkhayal, tidak langsung berimajinasi seperti mengkonsumsi pil-pil praktis tersebut. Narkoba jenis ini juga sangat mudah didapatkan, karena orang atau pecandu bisa menanamnya sendiri. Inilah dia, jenis narkoba yang terkenal banyak di Aceh. Ganja!
Seorang teman saya �tak elok saya menyebutkan namanya di sini� merupakan seorang pecandu narkoba jenis ganja ini. Tidak ada waktu yang dia habiskan tanpa menghisap ganja. Awalnya dia coba-coba karena pengaruh teman, di kampung dan sekitar kampung saya, banyak remaja yang kemudian mengkonsumsi ganji karena tidak jauh beda dengan rokok. Jika sudah merokok, tentu dia harus mau tak mau mencoba ganja!
Si teman saya lantas mencoba. Ketagihan. Mencoba lagi. Makin ketagihan. Coba lagi. Akhirnya sampai tertular. Jadi candu! Berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan ganja. Tidak mendapatkan lagi dari teman sepermainan dia malah mencari-cari pada orang yang menanam ganja. Seakan mereka sudah ada kelompok tersendiri, terselubung tapi terkoneksi satu sama lain. Saling butuh, saling membantu, karena candu tadi. Ada dua sisi yang bisa dinilai, pecandu butuh ganja agar tidak kesakitan badannya, di penanam butuh dua-duanya, ganja dan uang! Jadilah bisnis ganja!
Teman saya ini kemudian tak sanggup lagi membeli ganja untuk kebutuhan primer hidupnya. Kenapa kebutuhan primer? Karena ganja jadi nyawa kedua untuknya, nasi tak ada bukan masalah besar, minum tak ada dia tak akan dehidrasi. Ganja tak ada dia akan meriang, merinding, lelah, ngantuk, seluruh badan rasanya teriris. Dia kehilangan semua gairah hidupnya. Sebagai remaja yang baru lulus sekolah menengah atas tentu dia tak punya uang untuk membeli terus-terusan ganja itu.
Pilihan terakhir adalah mencuri batang ganja dari temannya yang menanam. Ladangnya memang tidak seluas tanaman ganja yang sering dilihat dalam berita, si penanam itu menanam ganja di belakang rumahnya. Hanya sepetak 4x4 meter, di antara kebun sayur. Kalau keluarganya memetik sayur tentu tak akan tahu itu adalah ganja; karena tidak semua orang kenal dengan tumbuhan ini.
Teman saya datang membeli ganja kering, sekadar alasan ingin melihat kebun si penanam itu teman saya bergegas ke sana. Tapi tujuannya bukan memetik sayur, dia mencabut sebatang ganja memasukkan ke saku celana lalu menanam di belakang rumahnya. Di dalam satu pot bunga kecil. Saban waktu ketika saatnya, dia memetik dan mengeringkan tanaman ganja tersebut untuk dikonsumsi dirinya. Semakin hari tanaman itu semakin tumbuh, dari satu pot bertambah banyak pot.
Teman saya senang, kecanduannya akan ganja terobati. Akhirnya dia tak peduli lagi dengan lingkungan. Tak ada hari tanpa dia mengkonsumsi ganja. Badannya semakin ceking. Matanya semakin menyipit. Kulitnya semakin kering. Dan pikirannya sudah tak lagi sejalan dengan badannya. Saat dia ingin melakukan sesuatu selalu sesuatu yang lain yang dikerjakan.
Sampaikan pada saat yang tidak diinginkannya. Saat tanaman ganja semakin menghijau. Senyum gembira diwajahnya. Dia tidak mengalami kisah ditangkap polisi seperti kasus penanam ganja lain. Dia tumbang!
Saat itulah dia baru merasa bahwa ganja pilihan yang salah. Dia di opname beberapa hari di rumah sakit. Alasanya ya karena dia terlalu banyak mengkonsumsi ganja. Kenapa tidak ke panti rehap? Itu pertanyaan yang masuk akal, di daerah saya hanya rumah sakit umum yang ada di kabupaten kota, Aceh Barat. Belum ada panti rehap untuk pecandu narkoba seperti dia, alasan lain karena orang kampung tidak mengerti bahwa dia candu narkoba. Yang diketahui dia sakit.
Hari-hari di rumah sakit sangat menyedihkan buat teman saya ini. Badannya menggigil. Meronta-ronta. Matanya tajam menatap siapa yang datang, penuh curiga. Berulang kali perawat menyuntik obat penenang saking tidak bisa melawan lagi si monster berbadan kerdil ini.
Perawatan dilakukan hanya sebatas dia sebagai orang sakit, bukan sebagai pecandu narkoba. Badannya sudah tidak bisa menerima keadaan. Rasa sakit di seluruh badan tak terkatakan sama sekali. Dia benar-benar sudah merasa akan mati, meninggalkan orang tua dan adik-adiknya. Dalam keadaan tidak "waras" dia sempat berpikir, bahwa dia adalah tulang punggung keluarga saat ayahnya tiada.
Jika inilah akhir, maka dia tak akan bisa kembali menjadi lebih baik. Jika Anda di kota besar yang kesadaran akan masalah narkoba sudah teratasi dengan benar, artinya ada BNN yang aktif menangani masalah ini, ada LSM yang membantu rehabilitasi, maka dia tak ada yang jenguk selain keluarga, dokter dan perawat. Teman-teman sepermainan yang mengenalkan ganja padanya lari pontang-panting. Tak ada yang berani mendekat, mereka memilih mengkonsumsi ganja dibandingkan menjenguk, yang artinya ketakutan datang akan diperiksa sebagai pecandu juga!
Inilah tahap yang dia tidak bisa berbuat apa-apa. Saat saya datang, dirinya sudah lebih tenang. Walau sesekali badannya belum siap menerima bahwa ganja tidak tertetes dalam darahnya. Saat rasa itu tiba, tidak ada yang bisa melihat ekspresi wajahnya. Dia bagai manusia yang sedang menjemput nyawa. Meronta-ronta. Menangis kesakitan. Melawan rasa sakit bukan kepalang.
Dia harus memutuskan, dia yang harus mengakhiri petaka yang dia mulai sendiri. Berbagai cara dilakukannya. Mulai mengkonsumsi sayur lebih banyak sampai permen. Namun lidahnya tentu tidak bisa menerima begitu saja. Dia masih tetap sakau, butuh ganja!
Rasa salut saya padanya saat dia benar-benar bisa melawan kemauan dirinya untuk kembali mengkonsumsi narkoba. Dia meninggalkan narkoba dengan caranya, tanpa ada yang menemani, ditemani oleh pihak yang mengerti masalah ini.
Dia teman saya, usahanya meninggalkan ganja dilakukannya bukan dalam waktu yang singkat. Setelah sembuh dari "sakit" selama hampir sebulan dan dibawa pulang dia lebih banyak merenung. Pada kehidupannya. Pengalaman hidupnya. Semua ceritanya dia tinggalkan sebagai kenangan. Saat dia bangkit, dia berusaha menjadi lebih baik.
Sekarang, dia sudah hidup normal, memulai perkuliahan yang tak pernah ingin dilakukan. Dan meninggalkan ganja, bahkan rokok pun tak mau disentuhnya lagi!
cited from : http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2013/06/19/narkoba-menghisap-habis-akal-sehat-manusia-570306.html
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.