Bapak
dan Ibu Guru yang Terhormat, izinkanlah pada kesempatan kali ini, kami
berbagi sedikit pengalaman dan pengetahuan terkait dengan profesi kita
sebagai seorang pendidik. Dengan harapan artikel ini bisa sedikit
memberikan kontribusi bagi pengembangan profesionalisme kita sebagai
seorang "GURU".
Potret pendidikan Indonesia saat ini secara umum menurut pendapat kami dapat digambarkan sebagai berikut.
1. Masalah prinsip
a. Pandangan pendidikan bersifat microscopis. Pendidikan dipandang sebagai dunia tersendiri yang terpisah dan terpencil dari aspek – aspek.
b. Pendidikan
kurang memiliki keterkaitan dengan pembangunan sehingga menghasilkan
tamatan sekolah menengah yang serba canggung dan banyak yang menjadi
pengangguran.
c. Ada tembok pemisah antara sekolah dengan masyarakat.
2. Masalah tujuan
a. Pembentukan manusia Pancasila sebagai tujuan pendidikan nasional kurang dijabarkan secara terperinci.
b. Tujuan kurikulum hanya menitikberatkan kepada pengetahuan dan kecerdasan semata.
c. Tujuan instruksional berpusat pada guru
3. Masalah Kurikulum
a. Kurikulum menitikberatkan pada standar umum dan kemampuan rata – rata peserta didik.
b. Kurikulum berdasarkan subject matter centered (berpusat pada mata pelajaran)
c. Belajar dibatasi oleh dinding kelas dan sekolah
d. Pendekatan kurikulum lebih terikat pada textbooks,
mengahafal rumus – rumus, tahun – tahun sejarah dan sebagainya, kurang
memberikan pengetahuan dan pengalaman hidup yang nyata pada anak didik
e. Silabus pada kurikulum sekolah belum disusun dalam paket – paket.
4. Masalah Metode mengajar
a. Metode mengajar lebih berpusat pada guru
b. Metode mengajar verbalitas – intelektualitas mengutamakan pemberian ilmu sebanyak – banyaknya, teoritis, steril dari dunia dan jiwa anak didik
c. Metode mengajar berpusat pada guru
d. Komunikasi guru dan siswa lebih bersifat menolong.
5. Masalah Anak didik
a. Anak didik sering dipandang hanya sebagai objek
b. Sekolah lebih menekankan pada sistem klasikal, dimana guru menganggap semua anak didik sama
c. Kondisi struktur pengorganisasian sekolah mengakibatkan banyakanya angka putus sekolah pelajar/mahasiswa di Indonesia
6. Masalah Guru
a. Guru lebih banyak berfungsi sebagai pengajar sekolah
b. Guru cukup mengajar dengan buku dan menggunakan metode ceramah
c. Kurang kreatif, inovatif dan motivasi kerja rendah
Untuk
mengatasi permasalahan pendidikan tersebut di atas khususnya yang
berkaitan dengan guru dan siswa dalam upaya untuk meningkatkan hasil
pembelajaran, maka diperlukan solusi tepat yaitu penerapan lesson study
untuk mengatasi masalah praktik pembelajaran yang selama ini dipandang
kurang efektif karena proses belajar mengajar pada umumnya cenderung
dilakukan secara konvensional yaitu melalui ceramah. Untuk merubah
kebiasaan praktik pembelajaran dari pembelajaran konvensional ke
pembelajaran yang berpusat pada siswa memang tidak mudah, terutama jika
diterapkan pada guru – guru yang menolak perubahan/inovasi.
Konsep dan praktik Lesson Study pertama kali dikembangkang oleh para guru pendidikan dasar di jepang, yang dalam bahasa jepang disebut kenkyuu jugyo. Adalah Makoto Yoshida, orang yang dianggap berjasa besar dalam mengembangkan Lesson Study. Keberhasilan Jepang mengembangkan Lesson Study
dan mulai diikuti oleh beberpa negara lain, termasuk Amerika Serikat
yang secara gigih dikembangkan dan dipopulerkan oleh Catherine Lewis
yang telah melakukan penelitian tentang Lesson Study
di Jepang sejak Tahun 1993. Sementara di Indonesia pun sudah gencar
disosialisasikan untuk dijadikan sebuah model dalam rangka meningkatkan
proses pembelajaran siswa, bahkan pada beberapa sekolah sudah mulai
dipraktikkan.
Lesson Study bukanlah suatu strategi atau metode dalam pembelajaran,
tetapi merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses
pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan
berkesinambungan, dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan
melaporkan hasil pembelajaran. Lesson Study bukan
sebuah proyek sesaat, tetapi merupakan kegiatan terus menerus yang
tiada henti dan merupakan sebuah upaya untuk mengaplikasikan prinsip –
prinsip dalam Total Quality Management, yakni memperbaiki proses dan hasil pembelajaran secara terus menerus, berdasarkan data. Lesson Study merupakan kegiatan yang dapat mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning society)
yang secara konsisten dan sistematis melakukan perbaikan diri, baik
pada tataran individual maupun manajerial. Slamet Mulyana (2007)
memberikan rumusan tentang Lesson Study
sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berdasarkan pada
prinsip – prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Sementara itu, Catherine Lewis (2002) menyebutkan bahwa:
“Lesson
study is a simple idea. If you want to improve instruction, what could
be more obvious than collaborating with fellow teachers to plan,
observe, and reflect on lessons? While it may be a simple idea, lesson
study is a complex process, supported by collaborative goal setting,
careful data collection on student learning and protocols that enable
productive discussion of difficult issues”. (Lewis, 2002).
Untuk membelajarkan guru melaksanakan lesson study tidak cukup bila guru dikenalkan pada apa dan bagaimana melaksanakannya , tetapi juga perlu diperkenalkan mengapa, apa tujuan jangka panjang dan jangka pendek pelaksanaannya sehingga lesson study yang dilakukan tidak kehilangan ruh. Guru perlu diperkenalkan pada apa persyaratan pelaksanaan lesson study, apa kesulitan dan hambatan pelaksanaannya dan tentu adanya komitmen untuk kemaslahatan anak bangsa.
Seperti dikemukakan di atas, upaya mengembangkan team learning bagi
guru-guru di sekolah dapat dilakukan dengan mengembangkan komunitas
belajar profesional dalam bentuk penerapan Lesson Study.
Untuk melaksanakan Lesson Study guru-guru semata pelajaran mulai dengan berdiskusi menetapkan tujuan LS (research theme),
yang menekankan pada penanaman nilai-nilai yang memungkinkan anak akan
unggul secara akademis. Nilai-nilai yang menjadi tujuan dalam LS dapat
mengurangi ketimpangan yang terjadi dalam dunia pendidikan kita yang
kurang memberikan perhatian terhadap pengembangan karakter dan penanaman
nilai.
Contoh tujuan LS:
“Siswa
akan dapat berpikir mandiri, bekerjasama, bertanggung-jawab, menguasai
kecakapan dasar, menjadi pemecah masalah, dan pembelajar sepanjang
hayat. “
Dalam
satu semester, guru-guru mata pelajaran yang sama dapat menyiapkan satu
proses pembelajaran berkualitas tinggi selama 6 sampai 9 pertemuan
sebelum melaksanakan proses pembelajaran di kelas (research lesson).
Setiap seminggu sekali selama 1,5 sampai dengan 2 jam secara reguler
mereka berdiskusi berbagai hal untuk mewujudkan satu pembelajaran
berkualitas tinggi.
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.